Friday, 27 August 2010

Musik Merajalela

Merajalelanya Bunyi-Bunyian (Musik) Serta Dianggap Halal
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka. 'Ada yang bertanya kepada Rasulullah'. Wahai Rasulullah, kapankah hal itu terjadi? Beliau menjawab. 'Apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan penyanyi-penyanyi wanita". (Bagian awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350 dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-Haitsami berkata : 'Diriwayatkan oleh Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Abiz Zunad yang padanya terdapat kelemahan, sedangkan perawi-perawi yang lain bagi salah satu jalannya adalah perawi-perawi shahih'. Majma'uz Zawaid 8:10. Al-Albani berkata : 'Shahih'. Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 3:216 hadits no. 3559).

Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata di mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal, mereka itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyi-penyanyi) dalam hadits di atas. Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah diancam akan ditimpa tanah longsor, kerusuhan (penyakit muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin Ammar (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para pengembala dengan kambingnya menggunjingi mereka, lantas mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami esok hari'. Kemudian pada malam harinya Allah membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka, sedang yang lain (yang tidak binasa) diubah wajahnya menjadi monyet dan babi sampai hari kiamat". (Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah, Bab Maa Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi Ismihi 10:51)

Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi' (terputus sanad atau jalan periwayatannya), tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid. (Al-Muhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad Syakir, Mansyurat Al-Maktab At-Tijari, Beirut)
Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan bahwa pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi (Tahdzib As-Sunan 5:270-272):
1.Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits darinya. Apabila beliau meriwayatkan hadits darinya secara mu'an'an (dengan menggunakan perkataan 'an/dari) maka hal itu telah disepakati sebagai muttashil karena antara Bukhari dan Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila beliau (Bukhari) berkata : "Telah berkata Hisyam" maka hal itu sama sekali tidak berbeda dengan kalau beliau berkata, "dari Hisyam ....."
2.Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, "Al-Hasan telah memberitahukan kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami" dengan isnadnya dan matannya.
3.Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam. Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu.
4.Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar dari Hisyam, maka beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa hadits ini menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak menyebut perantara antara beliau dengan Hisyam. Hal ini dimungkinkan karena telah demikian masyhur perantara-perantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan demikian hadits tersebut sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam.
5.Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, "Telah berkata si Fulan", maka hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.
6.Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah dengannya, tidak sekedar menjadikannya syahid (saksi atau pendukung terhadap hadits lain yang semakna), dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa diragukan lagi.
Ibnu Shalah 1) berkata : "Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu Muhammad bin Hazm Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu Malik". Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut, kemudian berkata. "Hadits tersebut sudah terkenal dari orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau berbuat demikian karena beliau telah meyebutkannya pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya yang bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan lain yang tidak laik dikatakan haditsnya munqathi'. Wallahu a'lam. (Muqaddimah Ibnush Shalah Fii 'Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52)
Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya sebagian orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan untuk memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas bahwa hadits-hadist yang melarangnya adalah shahih, dan umat ini diancam dengan bermacam-macam siksaan apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan (almalahi) dan merajalela pula kemaksiatan.

No comments:

Post a Comment